MAKALAH
KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA AREA COMMUNICABLE DISEASES
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas dan Keluarga II
Dosen
Pembimbing: Ns.
Artika Nurrahima, S.Kep, M.Kep.
Disusun oleh:
Kelompok 7- A.14.2:
Siti Aisyah 22020114120049
Maftukhatun Ni’mah 22020114120063
Aullia Niken Wulandari 22020114120048
Endang Susilowati 22020114120007
Diah Ayu Siska Y 22020114130131
Tadea Yasinta Wijaya 22020114140076
Anggita Junayah 22020114140091
Alfiah Tri Hastuti 22020114130098
DEPARTEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang Konsep Keperawatan
Komunitas Dalam Area Pencegahan Dan Penanganan Penyakit Menular.
Makalah ini telah kami susun dengan
maksimal dan bimbingan dari dosen pengampu Mata Kuliah Keperawatan Komunitas
Keluarga II yaitu Ns. Artika Nurrahima S.Kep. M.Kep, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah
tentang Konsep Keperawatan Komunitas Dalam Area Pencegahan Dan Penanganan
Penyakit Menular ini dapat memberikan manfaat, menambah pengetahuan maupun
inpirasi terhadap para pembaca.
Semarang, 22 Maret 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Keperawatan komunitas merupakan suatu sistem dari praktik
keperawatan profesional yang diterapkan untuk meningkatkan dan memelihara
kesehatan masyarakat secara luas. Lingkup keperawatan komunitas tidak terbatas
pada individu yang sakit saja, namun seluruh masyarakat dari berbagai jenjang
usia dalam rentan sehat maupun sakit meliputi peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan secara optimal. Salah satunya adalah perannya dalam pencegahan
penyakit menular di masyarakat.
Saat ini, masalah penyakit menular dan kualitas lingkungan yang
berdampak terhadap kesehatan masih menjadi isu sentral yang ditangani oleh pemerintah
dan tenaga kesehatan bersama masyarakat sebagai bagian dari misi Peningkatan
Kesejahteraan Rakyatnya. Faktor lingkungan dan perilaku masih menjadi risiko
utama dalam penularan dan penyebaran penyakit menular, baik karena kualitas
lingkungan, masalah sarana sanitasi dasar maupun akibat pencemaran lingkungan.
Sehingga insiden dan prevalensi penyakit menular yang berbasis lingkungan di
Indonesia relatif masih sangat tinggi.
Keadaan kesehatan lingkungan di masyarakat Indonesia masih
merupakan hal yang perlu mendapat perhatian, karena menyebabkan status
kesehatan masyarakat berubah seperti: Mobilitas dan peningkatan jumlah
penduduk, penyediaan air bersih, pemanfaatan jamban, pengelolaan sampah,
pembuangan air limbah, penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah pemukiman,
pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, polusi udara, air dan tanah dan banyak
lagi permasalahan yang dapat menimbulkan penyakit menular.
B.
TUJUAN
1.
Mengetahui
definisi communicable diseases
2.
Mengetahui
konsep dan tujuan keperawatan komunitas dalam area communicable diseases
3.
Mengetahui
macam-macam communicable diseases
4.
Mengetahui
konsep pencegahan communicable diseases di
area komunitas
5.
Mengetahui
asuhan keperawatan pada komunitas dengan penyakit menular
BAB II
ISI
A. KONSEP AREA
1.
Definisi
Communicable
diseases atau penyakit menular merupakan
penyakit yang disebabkan oleh suatu agen tertentu baik secara langsung maupun
tidak langsung dan dapat ditularkan dari satu individu ke individu lain. Proses
penyakit dimulai saat agen siap menetap dan tumbuh/ bereproduksi dengan tubuh
pejamu ( F.Mckenzei, 2013).
Communicable
diseases merupakan penyebab utama kematian di
seluruh dunia. Penyakit-penyakit baru sering muncul dan yang lainnya masih
dalam proses pengendalian. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor,
meliputi perubahan sosial, perubahan lingkungan, dan perubahan perilaku yang
dapat menyebabkan munculnya agen infeksi penyakit. (Clark, 1999)
Communicanle
diseases adalah suatu penyakit yang dapat
ditularkan dari satu individu ke indvidu lain dan disebabkan karena adanya agen
perantara yang dapat menginfeksi individu yang rentan. Agen perantara penyakit
menular bisa manusia, hewan atau serangga sedangkan sumber infeksi bisa dari
manusia, hewan, serangga atau benda mati yang menjadi tempat hidup dan tempat
perkembangbiakan infeksi serta dapat menjadi sumber infeksi bagi yang lain. Communicable diseases telah menantang tenaga
pelayanan kesehatan selama berabad-abad untuk mengembangkan perawatan dan
langkah-langkah pencegahan yang tak terhingga, mulai dari prosedur sederhana
sepertu mencuci tangan, sanitasi, ventilasi yang cukup hingga pengembangan
vaksin dan antibiotik (Spradley & Allender, 1996).
Pengetahuan tentang communicable diseases (penyakit menular)
merupakan suatu hal yang dasar bagi praktik keperawatan komunitas karena
penyakit ini dapat menyebar di seluruh komunitas penduduk. Memahami konsep
dasar pengendalian penyakit menular sesuai jumlah masalah yang muncul di suatu
daerah dapat membantu praktik
keperawatan komunitas dalam pencegahan dan pengendalian penyakit menular yang
lebih efektif di suatu populasi atau kelompok. (Spradley & Allender, 1996)
2.
Tujuan keperawatan komunitas
Tujuan keperawatan komunitas antara lain adalah:
1. Pencegahan penyebaran
penyakit menular lebih lanjut
2. Pengontrolan
prevalensi dan insidensi penyebaran penyakit menular di area endemik
3. Pengelolaan area
dengan prevalensi penyakit menular yang
tinggi
4. Memutus mata rantai
penyebaran penyakit menular
5. Pemberdayaan
masyarakat untuk memberi dukungan terhadap penderita dan keluarga
Menurut Clark (1999) secara garis
besar, keperawatan komunitas berperan penting dalam perencanaan pencegahan,
mengidentifikasi dan mengendalikan penyakit menular yang bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat secara optimal. Perencanaan pencegahan penyakit
menular meliputi, imunisasi, intervensi lingkungan, promosi kesehatan
komunitas, program deteksi dini penyakit, menemukan kasus (cases-finding), dan penyelidikan (Spradley & Allender, 1996).
3.
Mata Rantai infeksi
Agen patogenik (penyebab penyakit) meninggalkan reservoirnya
(pejamu yang terinfeksi) melalui gerbang keluar (portal of exit). Penularan terjadi baik secara langsung maupun
tidak langsung, dan agens patogenik masuk ke dalam tubuh pejamu yang rentan
melalui gerbang masuk (portal of entry)
(F.Mckenzei,2013).
Contoh, agens (virul selesma) meninggalkan reservoir (tenggorokan
orang yang terinfeksi), mungkin saat pejamu bersin. Portal of exitnya adalah
hidung dan mulut. Penularan dapat terjadi secara langsung jika droplet air liur
memasuki kesaluran pernapasan pejamu yang rentan di dekatnya atau penularan
berjalan tidak langsungjika droplet
menjadi kering dan menjadi bawaan udara (air borne). Portal of entry-nya dapat berupa hidung mulut dari pejamu yang
rentan. Agens masuk dan infeksi baru terjadi. (F. Mckenzei, 2013)
Bagan
1.1: Mata rantai infeksi
4.
Cara penularan infeksi
|
Menurut Nies, M.A., & Mc Ewan, M. (2001), Penularan penyakit
tidak terjadi pada ruang hampa tetapi penularan adalah hasil interaksi antara
satu komponen dengan komponen lain contohnya manusia, agen infeksius (bakteri),
lingkungan yang terkontaminasi. Penularan ini dapat terjadi secara vertical dan
horizontal, contoh penularan vertical adalah penularan antara orang tua dan
janin melalui plasenta, ASI dan persalinan sementara penularan horizontal
terjadi secara langsung seperti antar manusia, manusia dengan air, atau manusia
dengan vector (nyamuk). Jenis penularan terdiri dari 2 yaitu
a.
Transmisi
langsung, adalah transmisi yang didapat dengan segera dari agen infeksius
melalui kontak fisik, contoh scabies, rubella, dan gonorea
b.
Transmisi tidak
langsung, adalah pajanan infeksi melalui muntahan di kendaraan, hewan dan
vector (biologikal dan mekanikal). Muntahan mampu menjadi transmisi infeksi
karena mengandung makanan, cairan serta darah dari dalam tubuh manusia yang
mengalami infeksi. Vector dapat menyebabkan virus atau bakteri hewan lain
dengan gigitan, ludah, feses, urin dan daging yang terkontaminasi
5.
Pencegahan Penyakit Menular
Pencegahan penyakit menular di lingkup komunitas dapat dilakukan
melalui 3 jenis pencegahan (Spradley & Allender, 1996), yaitu:
a.
Pencegahan
primer/ tingkat pertama
Sasaran utama pencegahan primer adalah orang sehat melalui usaha
peningkatan derajat kesehatan secara umum (promosi kesehatan) serta usaha
pencegahan khusus terhadap penyakit tertentu. Tujuan pencegahan tingkat pertama
adalah mencegah agar penyakit tidak terjadi dengan mengendalikan agent dan
faktor determinan. Pencegahan tingkat pertama ini didasarkan pada hubungan
interaksi antara pejamu (host),
penyebab (agent atau pemapar),
lingkungan (environtment) dan proses
kejadian penyakit.
Pejamu (host)
|
: Perbaikan status gizi, status kesehatan dan pemberian imunisasi, pendidikan kesehatan
|
Penyebab (agent)
|
: Menurunkan pengaruh serendah mungkin seperti dengan penggunaan desinfeksi, pasteurisasi,
sterilisasi, penyemprotan insektisida yang dapat memutus rantai penularan.
|
Lingkungan
(environment)
|
: Perbaikan lingkungan fisik yaitu dengan perbaikan air bersih, sanitasi
lingkungan dan perumahan.
|
Kewaspadaan standar atau standard
precaution diberlakukan terhadap semua pasien, tidak tergantung
terinfeksi/kolonisasi. Kewaspadaan standar disusun untuk mencegah kontaminasi
silang sebelum diagnosis diketahui dan beberapa merupakan praktek rutin (Nies,
M.A., & Mc Ewan, M., 2001), meliputi:
1)
Kebersihan
tangan
2)
Alat Pelindung
Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata
pelindung), face shield(pelindungwajah), gaun
3)
Peralatan
perawatan pasien
4)
Pengendalian
lingkungan
5)
Pemrosesan
peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6)
Kesehatan
karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
7)
Penempatan
pasien
8)
Hyangiene
respirasi/Etika batuk
9)
Praktek
menyuntik yang aman
10)
Praktek
pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi
b.
Pencegahan
sekunder
Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang
terancam akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosis dini untuk
menemukan status patogeniknya serta pemberian pengobatan yang cepat dan tepat.
Tujuan utama pencegahan tingkat kedua ini, antara lain untuk mencegah meluasnya
penyakit menular dan untuk menghentikan proses penyakit lebih lanjut.
Kegiatan pencegahan sekunder ini meliputi:
1)
pemeriksaan
berkala pada kelompok populasi tertentu
2)
penyaringan (screening) penyakit pada kelompok resiko
atau kelompok secara umum saat timbul tanda dan gejala penyakit
3)
surveilans
epidemiologi yakni melakukan pencatatan dan pelaporan sacara teratur dan
terus-menerus untuk mendapatkan keterangan tentang proses penyakit yang ada
dalam masyarakat, termasuk keterangan tentang kelompok risiko tinggi.
Selain itu, pemberian pengobatan dini pada mereka yang dijumpai
menderita atau pemberian kemoprofilaksis bagi mereka yang sedang dalam proses
patogenesis termasuk mereka dari kelompok risiko tinggi penyakit menular
tertentu. Contohnya kemoproflaksis doksisiklin yang diberikan pada wisatawan ke
daerah yang endemik malaria.
c.
Pencegahan
tersier
Pencegahan pada tingkat ketiga ini
merupakan pencegahan dengan sasaran utamanya adalah penderita penyakit
tertentu, dalam usaha mencegah bertambah beratnya penyakit atau mencegah
terjadinya cacat serta program rehabilitasi. Beberapa
kegiatan yang dilakukan dalam pencegahan tertier meliputi: isolasi
(mengasingkan diri) dan karantina, serta desinfeksi.
Menurut Nies, M.A., & Mc Ewan, M. (2001) terdapat 4 hal upaya memperlakukan
infeksi yaitu
a.
Kontrol
Pengontrolan
adalah upaya untuk mengurangi insiden atau prevalensi secara global. Contohnya
pemberian imunisasi kepada 80% balita seperti BCG untuk TBC, polio, DPT di
semua negara
b.
Eliminasi
Adalah
upaya pengontrolan pada area geografi yang spesifik seperti pada Negara,
kepulauan atau benua dan mengurangi prevalensi atau insiden yang terjadi.
Contohnya upaya pengurangan poliomeilitis di eropa dan pasifik barat, rubella
di inggris di pulau karibean, dan tetanus pada neonatal di eropa.
c.
Pembasmian
Adalah
mengurangi insiden penyakit menjadi nol di seluruh dunia. Contohnya pembasmian
pada cacar tahun 1977 yang sekarang virus tersebut hanya ditemukan pada
laboratorium. Beberapa kriteria pembasmian suatu penyakit adalah penyakit itu
menyerang manusia, mudah didiagnosa, dapat meningkatkan imunitas, penyakit
musiman terdapat perawatan kuratif.
Berdasarkan beberapa sumber di atas dapat disimpulkan bahwa
pencegahan penyakit menular dalam lingkup komunitas dapat dilakukan dengan tiga
cara: yaitu pencegahan primer, sekunder dan tertier
6.
Gambaran Kejadian
Penyakit Menular di Indonesia dan Dunia
Penyakit
menular masih menjadi masalah yang serius baik di Indonesia maupun di dunia.
Berdasarkan data Kemenkes RI (2015) prioritas
penanganan penyakit menular masih tertuju pada penyakit HIV/AIDS, tuberculosis,
malaria, demam berdarah, influenza dan flu burung. Disamping itu Indonesia juga
belum sepenuhnya berhasil mengendalikan penyakit neglected diseases seperti kusta, filariasis, leptospirosis, dan
lain-lain.
Dalam
laporan WHO tahun 2013 diperkirakan terdapat 8.6 juta kasus TB pada tahun 2012
dimana 1,1 juta orang (13%) di antaranya adalah pasien dengan HIV positif.
Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika, Pada tahun 2012
diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TB MDR dan 170.000
diantaranya meninggal dunia (Kemenkes RI, 2016).
Di
Indonesia, prevalensi TB paru smear positif per 100.000 penduduk usia > 15
tahun sebesar 257 pada tahun 2013. Angka notifikasi kasus menggambarkan cakupan
penemuan kasus TB. Secara umum angka kasus BTA positif baru dan semua kasus
dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan (Kemenkes RI, 2016).
Sedangkan
kecenderungan prevalensi kasus HIV pada penduduk usia 15-49 meningkat. Pada
awal tahun 2009, prevalensi kasus HIV pada penduduk usia 15 - 49 tahun hanya
0,16% dan meningkat menjadi 0,30% pada tahun 2011, meningkat lagi menjadi 0,32%
pada 2012, dan terus meningkat manjadi 0,43% pada 2013. Angka CFR AIDS juga
menurun dari 13,65% pada tahun 2004 menjadi 0,85 % pada tahun 2013. (Kemenkes
RI, 2015)
7.
Vaksin dan Penyakit Menular
Menurut Nies, M.A., & Mc Ewan,
M. (2001), salah satu upaya untuk mencegah penyebaran penyakit menular adalah
dengan pemberian vaksin. Berikut adalah kebutuhan vaksin sesuai kelompok
manusia, diantaranya:
a.
Remaja dan
dewasa muda
·
hepatitis B
·
Varisela
·
Rubella
·
Dosis MMR kedua
·
Tetanus dan
dipteri (Td)
b.
Dewasa dan
lansia
·
Pneumococcal
·
Influenza
c.
Ibu hamil
·
Tetanus dan dipteri
pada trimester 2/3
·
Rubella
·
MMR
·
Varisela
·
OPV di
lingkungan dengan risti
·
Hepatitis B
·
Pneumococal
·
Meningococcal
·
Rabies
|
1)
Haemophilus influenze type B (Hib), adalah infeksi bakteri akut
yang bersifat invasive yang dapat mempengaruhi keseluruhan organ tubuh. Hib
berhubungan dengan penyakit meningitis, epiglotitis, otitis media, pneumonia,
arthritis dan selulitis. Manifestasi dari penyakit ini adalah demam, letargi,
muntah, iritasi meningeal, penurunan status mental, nyeri leher, pembengkakan
epiglottis, distress pernapasan, lesi kulit, dan infeksi ke telinga. Komplikasi
seperti sepsis arthritis, sumbatan jalan napas, bahkan kematian. Penyakit ini
biasanya terjadi pada anak dibawah 5 tahun.
Hib dapat ditularkan melalui droplet.
2)
Hepatitis A,B
dan C,
a.
Hepatitis A
Adalah infeksi virus akif yang biasanya terjadi < 2 bulan dan
manifestasinya adalah diawali dengan demam, anoreksia, malaise, urin gelap dan
jaundice. HAV di transmisikan melalui kontaminasi fekal-oral dari makanan dan
air dengan masa inkubasi 15-50 hari dengan rata-rata 25-30 hari. Virus ini
biasanya terjadi di negara berkembang yang biasa terjadi pada anak-anak 5-14
tahun. Penyakit dapat didiagnosa dengan adanya serum antibody dan tidak ada
perawatan spesifik yang direkomendasikan. Kontraindikasi vaksin ini jika ada
alergi.
b.
Hepatitis B
Adalah infeksi virus yang memiliki gejala awal yang tidak
diketahui, namun pada fase selanjutnya akan dijumpai tanda anoreksia, mual
muntah yang diikuti dengan kekuningan. Terkadang akan menjadi hepatitis yang
fatal. Transmisi dari virus ini melalui kontak langsung dengan darah yang
terkontaminasi sekret tubuh, transplantasi dan hubungan seksual. Masa inkubasi
45 hari-6 bulan dengan rata-rata 90 hari. Biasanya terjadi pada bayi dan orang
dewasa.
c.
Hepatitis C
virus
ini mempunyai awalan yang tidak diketahui, orang yang terinfeksi akan tanda
gejala yang sangat luas diantaranya anoreksia, nyeri perut, mual muntah.
Transmisi virus ini melalui darah.
3)
Penyakit lyme, infeksi bakteri ini menular melalui gigitan,
biasanya gigitan rusa. Masa inkubasi 3-35 hari dengan manifestasi eritema,
migraine, kemerahan, pada bekas gigitan dan bekas tersebut seperti mata sapi
jantan.
4)
Campak, adalah
sebuah penyakit infeksi akut dengan disertai demam 101 oF, batuk,
konjungtivitis. Paling banyak terjadi pada anak usia 12 bulan. Penegakan
diagnose berdasarkan kultur jaringan sekresi nasofaringeal dan tes serologi.
Vaksin yang diberikan MMR
5)
Gondong, adalah
penyakit sistemik karena virus yang menyebabkan demam dan pembengkakan yang
nyeri di kelenjar saliva dan carotid. Ditularkan melalui droplet dan kontak
langsung dengan saliva yang terinfeksi. Masa inkubasi 12-25 hari. Penegakan diagnose berdasarkan isolasi virus
dari oral dan tenggorokan, urin dan cairan spinal. Penyakit ini dapar
divaksinanasi dengan MMR
6)
Polio, adalah penyakit enterovirus akut. Manifestasi berupa
paralisis. Cara transmisi dengan droplet melalui udara, kontaminasi fekal oral
dengan masa inkubasi 7-21 hari. Penyakit ini diberikan vaksin OPV.
7)
Rubela, adalah
penyakit karena virus dengan manifestasi ruam makulopapular, oksipital dan
limpa denopati posterior servikal. Pada anak biasanya tidak terdapat gejala
namun pada orang dewasa disertai demam dan malaise. Masa inkubasi 14-23 hari.
Biasa divaksin dengan MMR
8)
Tetanus, adalah
penyakit akut neurological karena bakteri anaerob. Manifestasi berupa nyeri
konttraksi otot dan spasme otot. Transmisi secara tidak langsung melalui
kontaminasi luka, dari tanah dan muntahan yang terkontaminasi. Masa inkubasi
1-20 hari, biasanya divasksin dengan TT
9)
Varisela
(Chicken pox), adalah penyakit menular dengan berbagai awalan. Transmisi
melalui droplet dari secret saluran napas, kontak langsung cairan vesikuler,
infeksi dari ibu selama hamil. Manifestasi yang terjadi demam, malaise, dan
ruam. Paling banyak terjadi pada usia > 15 tahun. Masa inkubasi selama 14-15
hari. Biasanya divaksinasi MMR
10)
Kolera, adalah infeksi bakteri enteric akut dengan manifestasi
diare encer, mual, dan dehidrasi. Transmisi melalui rute fekal-oral biasanya
dari air yang terkontaminasi fekal atau makanan. Masa inkubasi selama 1-5 jam.
11)
Japanese
ensepalitis, adalah infeksi akut arbovirus. Manifestasi yang terjadi demam,
gangguan siste saraf pusat. Masa intubasi 5-15 hari.
12)
Meningokokus, adalah infeksi akut bacterial dengan tanda gejala
demam, sakit kepala, kaku leher, mual muntah dan ruam makulopopular. Transmisi
melalui droplet udara tertutup maupun terbuka, kontak langsung dengan individu
terinfeksi. Penegakan diagosa dengan kultur darah dan cairan serebrospinal.
13)
Tuberculosis
(TBC), adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosi yang menyerang
paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya.
Manifestasi Klinik:
·
Demam 40-41oC
serta batuk/batuk berdarah
·
Sesak napas dan
nyeri dada
·
Malaise,
keringat malam
·
Suara khas pada
perkusi dada, bunyi dada
·
Peningkatan
sel darah putih dengan dominasi limfosit
·
Pada anak:
- berkurang berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang
jelas atau gagal tumbuh.
- demam tanpa
jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
- batuk kronik > 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.
- riwayat kontak dengan penderita TB dewasa.
Penularan TBC ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui
saluran napas dengan menghisap atau menelan tetes-tetes ludah/dahak (droplet
infection) yang mengandung hasil dan dibatukkan oleh penderita TBC terbuka.Daya
tangkis orang dengan reaksi tuberculin negative dapat diperkuat melalui
vaksinasi dengan vaksin BCG.
14) HIV/AIDS, Adalah sekumpulan gejala atau penyakit
yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Penularan
virus ditularkan melalui:
·
Hubungan seksual (anal,
oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan orang yang telah
terinfeksi HIV.
·
Jarum
suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
·
Mendapatkan transfuse darah yang
mengandung virus HIV
·
Ibu penderita HIV positif kepada bayinya
ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui ASI.
Manifestasi
klinis Human Immunodeficiency Virus
(HIV) /AcquiredImunnodeficiency Syndrome
(AIDS). Tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita AIDS umumnya
sulit dibedakan karena bermula dari gejala klinis umum yang didapati pada penderita
penyakit lainnya. Secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Rasa
lelah dan lesu
b. Berat
badan menurun secara drastis
c. Demam
yang sering dan berkeringat waktu malam
d. Mencret
dan kurang nafsu makan
e. Bercak-bercak
putih di lidah dan di dalam mulut
f. Pembengkakan
leher dan lipatan paha
g. Radang
paru
h. Kanker
kulit
Manifestasi klinik
utama dari penderita AIDS umumnya meliputi 3 hal yaitu:
A. Manifestasi
tumor
1. Sarkoma
Kaposi
Kanker pada semua
bagian kulit dan organ tubuh. Penyakit ini sangat jarang menjadi sebab kematian
primer.
2. Limfoma
ganas
Timbul setelah terjadi
Sarkoma Kaposi dan menyerang saraf serta
dapat bertahan kurang lebih 1 tahun.
B. Manifestasi
oportunistik
1. Manifestasi pada Paru
a. Pneumoni
pneumocystis(PCP)
Pada umumnya 85%
infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru PCP dengan gejala sesak
nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.
b. Cytomegalovirus(CMV)
Pada manusia 50% virus
ini hidup sebagai komensal pada paru-paru tetapi dapat menyebabkan
pneumocystis. CMV merupakan 30% penyebab kematian pada AIDS.
c. Mycobacterium
avilum
Menimbulkan pneumoni
difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan.
d. Mycobacterium
tuberculosis
Biasanya timbul lebih
dini, penyakit cepat menjadi milier dan cepat menyebar ke organ lain di luar
paru.
2. Manifestasi gastrointestinal
Tidak ada nafsu
makan, diare kronis, penurunan berat badan >10% per bulan.
C. Manifestasi
neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS
menunjukkan manifestasi neurologis yang biasanya timbul pada fase akhir
penyakit. Kelainan saraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis, demensia,
mielopati, neuropati perifer.
Gejala
dan stadium klinis Human Immunodeficiency Virus(HIV) /Acquired Imunnodeficiency
Syndrome(AIDS)
Diagnosis
infeksi HIV & AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi klinis WHO atau
CDC. Di Indonesia diagnosis AIDS untuk keperluan surveilans epidemiologi dibuat
apabila menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-kurangnya
didapatkan dua gejala mayor dan satu gejala minor.
Gejala
mayor dan gejala minor infeksi HIV/AIDS
Gejala Mayor
|
Gejala Minor
|
Berat badan menurun >10% dalam 1 bulan
|
Batuk menetap >1 bulan
|
Diare kronik berlangsung >1 bulan
|
Dermatitis generalisata
|
Demam berkepanjangan >1 bulan
|
Herpes Zooster multi-segmental dan berulang
|
Penurunan kesadaran
|
Kandidiasis orofaringeal
|
Demensia/HIV ensefalopati
|
Herpes simpleks kronis progresif
|
|
Limfadenopati generalisata
|
|
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
|
|
Retinitis Cytomegalovirus
|
|
B.
PROSES
KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Pengkajian penyakit menular
meliputi enam dimensi (Clark, 1999), yaitu:
a.
Dimensi
Biofisik
|
Ya
|
Tidak
|
Apakah
klien di kelompok umur tertentu mempunyai resiko dibawah ini?
·
Campak
·
Penyakit gondok
·
Tetanus
·
Hepatitis A
·
Hepatitis B
·
Infeksi HIV
·
TBC
·
Penyakit menular seksual
·
Influenza
·
Varicella
·
Pertussis
·
Poliomeilities
·
Penyakit HiB
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Apakah
klien mempunyai penyakit kronik?
|
|
|
Apakah
klien menerima terapi imunosupresif?
|
|
|
Apakah klien
mempunyai infeksi HIV?
|
|
|
Apakah
klien cepat merasa lelah?
|
|
|
Apakah
klien hamil?
|
|
|
Apakah
klien mempunyai mempunyai riwayat IMS?
|
|
|
Apakah
klien pernah menerima tranfusi darah?
|
|
|
b.
Dimensi
Psikologi
|
Ya
|
Tidak
|
Apakah
klien merasa stress?
|
|
|
Apakah
klien merasa depresi?
|
|
|
Apakah
klien merasa kurang percaya diri di lingkungannya?
|
|
|
c.
Dimensi Fisik
|
Ya
|
Tidak
|
Apakah
klien memiliki banyak aktivitas?
|
|
|
Apakah
klien beresiko dari gigitan hewan atau serangga?
|
|
|
Apakah
kondisi lingkungan fisik mempengaruhi adanya penyakit?
|
|
|
Apakah
klien menunjukkan kontaminasi makanan atau air?
|
|
|
Apakah
klien memiliki sanitasi yang buruk?
|
|
|
d.
Dimensi Sosial
|
Ya
|
Tidak
|
Apakah
klien tidak memiliki rumah?
|
|
|
Apakah
klien tinggal di penginapan atau di institusi lain?
|
|
|
Apakah
hubungan sosial mendukung resiko tinggi?
|
|
|
Apakah
terdapat anggota keluarga atau teman yang sakit?
|
|
|
Apakah
peningkatan jumlah penduduk mempengaruhi penyebaran resiko?
|
|
|
Jika
penduduk beresiko tinggi, apakah klien melakukan upaya pencegahan?
|
|
|
Apakah
klien terlibat dalam pelayanan anak sebagai penerima atau penyedia?
|
|
|
Apakah
kepercayaan budaya dan lingkungan meningkatkan resiko penyakit klien?
|
|
|
Apakah
klien hidup dalam lingkungan penyakit menular yang tinggi?
|
|
|
Apakah
klien mengunjungi area lingkungan penyakit menular yang tinggi?
|
|
|
|
|
|
e.
Dimensi
Perilaku
|
Ya
|
Tidak
|
Apakah
klien tidak mampu merawat lingkungan?
|
|
|
Apakah
klien terlibat dalam penyalahgunaan zat?
|
|
|
Apakah
klien menggunakan obat terlarang?
|
|
|
Apakah
klien menyebarkan obat terlarang?
|
|
|
Apakah
klien aktif dalam seksual?
|
|
|
Apakah
klien mempunyai pasangan seksual lebih dari 1?
|
|
|
Apakah
klien melakukan hubungan seksual secara aman?
|
|
|
Apakah
klien menggunakan kondom dalam berhubungan seksual?
|
|
|
Apakah
klien menggunakan spray tertentu?
|
|
|
Apakah
klien menggunakan kontrasepsi oral?
|
|
|
Apakah
klien masuk dalam prostitusi untuk mendapatkan uang atau obat terlarang?
|
|
|
Apakah
klien mempunyai keterkaitan dengan anggota dari kelompok resiko tinggi?
|
|
|
Apakah
klien menjaga kebersihan diri dengan baik, misalnya cuci tangan?
|
|
|
Apakah
klien mencuci buah dan sayuran sebelum memakannya?
|
|
|
Apakah
klien memasak makanan hingga matang untuk membunuh mikroorganisme
|
|
|
Apakah
klien menjamin kemurniaan air dari kontaminasi sebelum meminum dan
memasaknya?
|
|
|
f.
Dimensi Sistem
Kesehatan
|
Ya
|
Tidak
|
Apakah
klien menerima imunisasi dibawah ini?
Campak
Gondok
Tetanus
Dipteria
Pertusis
HiB
Hepatitis
A
Hepatitis
B
Vericella
Influenza
TBC
|
|
|
Apakah
klien menyediakan pelayanan imunisasi?
|
|
|
Apakah
klien memiliki jaminan untuk pelayanan imunisasi?
|
|
|
2.
Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan pada Penyakit
Menular
a.
HIV/AIDS
No
|
Diagnosa Masalah
|
Intervensi Keperawatan
|
1
|
Resiko infeksi
berhubungan dengan imunosupresi (00004)
|
Control infeksi (6540)
1.
Jaga kebersihan lingkungan
2.
Ajarkan teknik cuci tangan yang tepat sebelum
dan sesudah melakukan tindakan
3.
Ajarkan klien dan keluarga mengenai tanda dan
gejala infeksi
4.
Ajarkan klien dan keluarga mengenai cara
menghindari infeksi seperti: tidak menggunakan jarum bersama, tranfusi darah
dengan penderita, dan hubungan seksual
5.
Membuang sampah dengan aman dan benar
Manajemen Nutrisi (1100)
6. Bantu dan anjurkan
menentukan jenis nutrisi yang dibutuhkan (tinggi vitamin dan mineral)
7.
kolaborasi dengan tenaga kesehatan: pemberian
ARV pada ibu hamil
|
2
|
Isolasi sosial
|
Konseling (5240)
1.
Membantu klien dalam mengidentifikasi masalah
dan seberapa jauh mengontrol diri
2.
Membantu klien dalam meningkatkan perilaku
menyeleaikan masalah
3.
Memotivasi klien dalam meningkatkan rasa
percaya diri
4.
Memberikan kesempatan kepada klien dalam
menentukan keputusan
5.
Identifikasi sumber sumber – sumber pribadi dan
lingkungan yang dapat meningkatkan kontrol diri: keyakinan, agama
6.
Ajarkan perilaku klien untuk mencegah
keparahan penyakit dengan cara: control dan minum obat teratur, konsumsi
nutrisi seimbang, aktifitas dan istirahat teratur
Dukungan Emosional (5270)
7. Beri kesempatan
untuk mengungkapkan perasaan
8.
Menegaskan tentang pentingnya klien bagi
orang lain
9.
Mendorong agar klien mengungkapkan perasaan
negatif
10.
Memberikan rasa percaya dan keyakinan
11.
Memberi dukungan : moril, materiil (
khususnya keluarga ) : spiritual
12.
Memberikan informasi yang dibutuhkan
|
b.
Tuberculosis
No
|
Diagnosa
|
Intervensi
|
1
|
Resiko infeksi (00004) berhubungan dengan vaksinasi yang tidak
adekuat, kurang informasi terkait menghindari pajanan infeksi, imunosupresi
|
Pengendalian
infeksi (6545)
1.
Jelaskan tentang batuk efektif untuk menghinadari penyebaran infeksi
dari satu penjamu ke yang lain
2.
Ajarkan cara membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien dengan TBC
3.
Pertahankan teknik isolasi yang tepat
4.
Pendidikan northkesehatan terkait cara penyebaran infeksi TBC
5.
Pendidikan kesehatan terkait tanda dan gejala infeksi tbc
6.
Ajarkan cara menghindari infeksi
7.
Ajarkan teknik mencuci tangan
8.
Berikan pendidikan kesehatan terkait imunasi untuk menghindari TBC
9.
Laporkan jika ada kecurigaan infeksi TBC
Manajemen nutrisi (1100)
10. Sarankan untuk melakukan pengaturan diet tinggi protein
untuk menambah kekebalan tubuh
Manajemen lingkungan: komunitas (6484)
11. Screening faktor resiko dari lingkungan
12. Kolaborasi dan bekerjasama dengan lingkungan untuk
mengembangkan upaya pencegahan penularan TBC
|
2
|
Kurang pengetahuan (00126) berhubungan dengan ketidakcukupan
informasi, ketidakcukupan sumber
informasi (Blackwell, 2014)
|
Pendidikan
kesehatan (5510)
1.
Tentukan tingkat pengetahuan dan perilaku kelompok
2.
Identifikasi sumberdaya kelompok
3.
Menyusun materi edukasi terkait konsep TBC
4.
Berikan informasi mengenai darimana sumber informasi terkait TBC dapat
di peroleh
5.
Gunakan teknik diskusi kelompok
6.
Demontrasikan cara pencegahan TBC
7.
Melibatkan kelompok dalam menentukan intervensi
Teaching : Proses penyakit (5602)
8.
Jelaskan terkait proses peyakit
9.
Lakukan evaluasi terkait edukasi
|
c.
Dengue Hemoragic Fever (DHF)
No.
|
Diagnosa
|
Intervensi
|
1.
|
Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi virus dengue (00007)
|
Perawatan demam (3740)
1.
Libatkan
keluarga dalam monitor suhu
sesering mungkin
2.
Libatkan
keluarga dalam monitor warna dan suhu kulit
3.
Edukasi
dan libatkan keluarga dalam monitor penurunan tingkat
kesadaran
4.
Edukasi
keluarga untuk kompres pasien
pada lipat paha
dan aksila
Pengaturan suhu (3900)
5.
Libatkan
keluarga dalam monitor suhu
minimal tiap 2 jam
6.
Edukasi keluarga untuk tingkatkan intake cairan dan nutrisi
|
2.
|
Nyeri
berhubungan dengan proses patologis penyakit (00132)
|
Manajemen nyeri (1400)
1.
Identifikasi faktor internal dan eksternal
yang dapat meningkatkan atau mengurangi nyeri pasien.
2.
Edukasi keluarga untuk meningkatkan
istirahat pasien.
3.
Edukasi keluarga teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri pasien (contoh : teknik massage)
|
3
|
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi (00126)
|
1.
Inisiasi skrining resiko kesehatan
yang berasal dari lingkungan
2.
Monitor status risiko
kesehatan yang berasal dari lingkungan
3.
Dorong lingkungan
untuk berpartisipasi aktif dalam keselamatan komunitas seperi melakukan 3M
4.
Koordinasikan layanan
terhadap kelompok dan komunitas beresiko
5.
Lakukan program
edukasi untuk kelompok beresiko
|
d.
Hepatitis
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Intervensi
|
1
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna makanan
|
Manajemen Nutrisi (1100)
1. Edukasi tentang pentingnya kebutuhan
asupan nutisi
2. Anjurkan diit rendah lemak dan tinggi
kalori
3. Anjurkan makan sedikit tapi sering
4. Ajarkan modifikasi makanan yang sesuai
Monitoring Nutrisi (1160)
5. Monitor adanya penurunan berat badan
6. Monitor turgor kulit dan mobilitas
|
2
|
Risiko tinggi terhadap
transmisi infeksi (00004) berhubungan dengan sifat menular dari agen virus
|
Kontrol Infeksi (6540)
1. Edukasi tentang standar pencegahan
seperti cuci tangan dan penggunaan sarung tangan
Perlindungan infeksi (6550)
2. Monitor adanya tanda gejala infeksi
sistemik dan lokal
Manajemen penyakit menular (8820)
3. Informasikan mengenai imunisasi dan
anjurkan untuk melakukan imunisasi (HBIg untuk Hepatitis B)
4. Monitor sanitasi dan lingkungan
5. Promosikan legislasi yang memastikan
pemantauan dan pengobatan yang tepat untuk Hepatitis.
6. Anjurkan melakukan pemeriksaan berkala.
|
e.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Communicable
diseases atau penyakit menular
merupakan salah satu faktor utama penyebab kematian tertinggi di dunia. Oleh
sebab itu, perlu adanya penanganan khusus untuk mengendalikan penyakit menular
untuk mengurangi insidensi penyakit menular dan meningkatkan kesehatan
masyarakat secara optimal.
Praktik keperawatan
komunitas sebagai bagian dari pelayanan kesehatan komunitas memiliki peran yang
sangat penting terhadap pencegahan, identifikasi dan pengendalian penyakit
menular melalui pendekatan komunitas,
intervensi lingkungan, promosi kesehatan komunitas, program deteksi
dini penyakit, menemukan kasus (cases-finding),
dan penyelidikan lebih lanjut. Pencegahan penyakit menular dapat dilakukan
dengan tiga jenis pencegahan, yaitu pencegahan primer (sebelum terjadinya
penyakit), pencegahan primer (deteksi dini penyakit, pengobatan), dan
pencegahan tertier (untuk mencegah kecacatan lebih lanjut dan rehabilitasi)
B.
SARAN
Indonesia merupakan salah satu
negara dengan angka kejadian penyakit menular yang tinggi. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang penyakit menular merupakan suatu hal yang dasar bagi
praktik keperawatan komunitas untuk mencegah penyebaran penyakit yang lebih
luas. Perawat komunitas juga harus mampu memahami konsep dasar pengendalian
penyakit menular sesuai jumlah masalah yang muncul di suatu daerah. Hal ini, dapat
membantu fungsi praktik keperawatan komunitas agar lebih
efektif dalam mencegah, mengidentifikasi dan mengendalikan penyakit menular
dalam suatu populasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. M., dkk. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC). (6th ed). United States:
Mosby Elsevier.
Carpenito, L. J. (2010). Nursing
Diagnosis: Aplication to Clinical Practice. (13th ed). United
States: Wolters Kluwer.
Clark, Mary Jo.1999. Community
Health Nursing Handbook. USA: Appleton & Lange.
F. Mckenzei,
James F. 2013. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (Eds).
(2014). NANDA International Nursing
Diagnoses: Definitions & Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley
Blackwell.
Kemenkes RI. 2015. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2016. Infodatin Tuberculosis:Temukan Obati Sampai Sembuh. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Moorhead, Sue., dkk. (2013) Nursing Outcomes Classification
(NOC):Measurement of Health Outcomes. (5th ed.). United States:
Mosby Elsevier.
Mubarak, dkk.
(2009). Ilmu Keperawatan Komunitas
Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Nies, M.A.,
& Mc Ewan, M. (2001) Community Health Nursing:promoting the health of
population. USA:W.B. Saunders company
Rivai. (2005). Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan.Jurnal Mutiara Kesehatan
Indonesia, 1 (1).
Nurarif, Amin
& Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC Edisi Jilid III.
Jogjakarta: Mediaction.
Spradley B. W & Allender J. A. 1996. Community Health Nursing
Concept and Practice edisi 4. Philadelphia: Lippincott.